Niatnya mau lihat bunga sakura mekar, eh ternyata malah ketemu festival dengan banyak “Yatai” disana. Jadilah sekalian kulineran saja!
Karena kali ini masih dalam rangka melanjutkan petualangan saya di sebuah kota kecil Jepang yang bernama Kakunodate.
Jadi memang tujuan saya di Kakunodate tidak cuma satu destinasi wisata saja.
Tidak sekedar ingin melihat seperti apa aslinya desa para Samurai yang bernama Kakunodate itu, tapi juga ingin menyaksikan bunga Sakura bermekaran di tepi sungai.
Ya, Kakunodate yang berada di Perfektur Akita ini memang memiliki salah satu tempat terbaik untuk melihat bunga Sakura bermekaran.
Bahkan konon katanya yang di Kakunodate lebih cakep lagi jika dibandingkan dengan sakura yang ada di Kitakami.
Namun, sepertinya saya harus puas dengan kata “konon katanya” saja.
Saya sampai terlalu cepat beberapa hari di Kakunodate.
Sehingga bukan bunga Sakura bermekaran yang saya dapatkan, malah bunga sakura yang masih menguncup, yang sepertinya masih malu menampakkan wujud sempurnanya.
Daftar Isi
Datang Terlalu Cepat Untuk Melihat Bunga Sakura Mekar
“Ah, sial! Aku datang terlalu cepat. Mungkin, udara masih terlalu dingin. Seharusnya datang beberapa hari lagi, sakura pasti sudah mekar”
Gumam saya, sambil sedikit menggerutu.
Saya memang sedikit kecewa, karena tujuan utama ke Kakunodate selain melihat sisa – sisa kejayaan para samurai adalah untuk menyaksikan bunga Sakura yang sempurna.
Seharusnya bukan cuma buka website saja, tapi juga cari informasi mengenai kapan bunga sakura mekar disana.
Pun, saya tidak ingin larut dalam kekecewaan, tidak juga menyalahkan musim semi yang tidak datang bersamaan.
Karena memang Jepang sendiri adalah negara yang kondisi geografisnya membujur dari utara ke selatan.
Sehingga, musim datang secara bertahap.
Ketika sakura sudah tidak membekas di Tokyo, dan di Kitakami sakura sedang mekar – mekarnya, di Kakunodate malah sebaliknya, belum terlalu banyak yang mekar.
“Hmm… tadi sepertinya ada Yatai; Mungkin labih baik berburu kudapan asli Kakunodate saja, daripada terus menggerutu”
Saya teringat, ada yang menarik untuk menghibur diri dari kegagalan melihat bunga Sakura yang sedang mekar.
Melihat Yatai AKA Pasar Malam Di Kakunodate
Mungkin untuk menyambut musim semi yang akan segera datang, jadinya ada Yatai yang diadakan di dekat tempat melihat bunga Sakura ini.
Sepengetahuan saya, Yatai adalah pasar malam yang sering diadakan untuk meramaikan sebuah festival.
Kadang diadakan untuk festival musim panas, atau yang seperti saya lihat ini mungkin untuk meramaikan festival musim semi.
I’m lucky! Karena yang seperti ini sepertinya tidak setiap hari ada :D
Apa Itu Yatai? Bagaimana Sejarahnya? Mari Kenali Lebih Dekat!
Siapa yang tak kenal dengan yatai? Bagi pecinta kuliner Jepang, pasti sudah tak asing lagi dengan istilah ini.
Yatai (屋台) merupakan sebuah gerai makanan kecil dan bergerak yang menjual berbagai macam makanan seperti ramen dan berbagai hidangan lainnya.
Namanya sendiri berarti “gerai berdiri” dalam bahasa Jepang.
Sejarah Yatai
Meskipun praktik berjualan makanan dengan gerai bergerak ini telah ada sejak abad ke-17, yatai mulai populer dan merajalela di masa Meiji (1868-1912).
Saat itu, yatai merupakan gerobak dorong beroda dua yang terbuat dari kayu.
Yatai sangat populer selama dan setelah Perang Dunia II, namun otoritas Jepang memberlakukan regulasi menjelang Olimpiade Tokyo 1964 dengan alasan kekhawatiran kesehatan.
Kini, yatai banyak ditemukan di Fukuoka dan beberapa tempat di Jepanhg, tetapi jumlahnya terus berkurang.
Desain Yatai
Yatai umumnya terbuat dari kayu dan memiliki roda, dilengkapi dengan peralatan dapur dan tempat duduk.
Bagian pegangan dan tempat duduk dapat dilipat ke dalam gerobak saat sedang dipindahkan.
Biasanya, sebuah gerobak yatai berukuran 3 x 2,5 meter.
Para penjual menyajikan berbagai makanan khas Jepang seperti ramen, gyoza, dan tempura.
Selain itu, minuman seperti bir, sake, dan shōchū juga tersedia.
Gerobak yatai mulai beroperasi setelah matahari terbenam dan tutup pada dini hari.
Yatai sebagai Bagian dari Budaya Jepang
Yatai merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jepang, terutama di kota Fukuoka.
Dalam suasana yang hangat dan santai, orang-orang berkumpul di sekitar yatai untuk menikmati hidangan lezat sambil berbincang dengan teman-teman atau bahkan dengan pemilik yatai itu sendiri.
Yatai menawarkan pengalaman kuliner yang unik, di mana kita bisa merasakan hidangan otentik Jepang dengan harga terjangkau sambil menikmati suasana malam yang ramai.
Bagi kalian yang berkesempatan mengunjungi Jepang, jangan lewatkan pengalaman menikmati yatai.
Cobalah berkeliling kota, terutama di Fukuoka, dan nikmati berbagai hidangan khas Jepang di gerobak yatai yang berjejer di pinggir jalan.
Selamat mencoba dan semoga kalian menikmati keunikan yatai dalam perjalanan kalian di Jepang.
Terus dukung catperku.com dengan komentar, dan subscribe youtube.com/@catperku untuk mendapatkan update perjalanan seru lainnya.
Selamat berpetualang, teman-teman!
Mirip Seperti Pasar Malam Di Indonesia, Tapi Gak Ada Odong Odong Ya!
Yatai menurut saya mirip seperti pasar malam yang ada di Indonesia, namun; minus odong – odong, rumah hantu atau pertunjukan Roda Gila.
Suasananya juga lebih sepi, agak berbeda dari kondisi Yatai yang sering saya bayangkan.
Sebelumnya, saya sering membayangkan kalau orang yang datang ke Yatai seperti ini pasti banyak yang memakai Kimono.
Dimana banyak yang datang berdua dengan pacar atau beramai – ramai dengan temannya.
Ada juga yang kemudian menyalakan kembang api bersama – sama.
Eh… Saya pasti terlalu banyak nonton dorama deh.
Atau yang seperti itu adanya ketika musim panas saja ya?
Lagi pula sepertinya saya datang kesini terlalu cepat, cahaya lampu masih sedikit terlihat, malam belum kunjung datang.
Yatai yang ada di Kakunodate ini didominasi oleh banyak penjual makanan dan jajanan.
Mulai dari makanan yang belum pernah saya lihat, makanan yang menggoda saya, hingga yang tidak boleh saya makan (red: mengandung babi).
Saking banyaknya, saya bingung untuk mencoba makanan apa saja yang ada disini.
Mengingat budget traveling saya di jepang lumayan terbatas.
Bisa bisa kalau saya menggila disini, sisa waktu liburan pasti saya habiskan di Bandara Haneda untuk menunggu kepulangan.
Atau malah di deportasi ya? Hahaaa!
Akhirnya Malah Kulineran, Cobain Jajanan Dari Satu Yatai Ke Yang Lainnya
Daripada bingung, akhirnya saya memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu, memilih apa saja yang bakal saya beli.
Tentunya sambil iseng – iseng bertanya ini itu dengan kemampuan bahasa Jepang saya yang seadanya.
Reaksi penjaga stand gimana? Ada yang mengerti ada yang kaget!
Mungkin ada juga yang berpikir… What are you talking men?
Ah, sudahlah lebih baik sok tahu dan kemudian cari tahu dengan bertanya saja.
“Obasan, Makanan apa ini? Apa itu? Harganya apa? Mengandung babi enggak ya?”
Saya selalu mengajukan pertanyaan yang sama pada tiap stand yang saya singgahi.
Saking seringnya, untung enggak ada obasan (red: bibi) penjaga stand yang bilang :
“Kepo banget sih kamu anak muda!?” Dengan catatan, mereka tahu kata “kepo” sih :D
Ada Banyak Makanan Khas Jepang Yang Enak Untuk Dicoba Disini
Setelah berkeliling sebentar, saya simpulkan kalau mereka semua baik kok.
Sayangnya, bagaimanapun juga saya harus tetap membayar kalau mau mencoba salah satu makanan yang dijual. *sigh….* Ya iyalah, mana bisa gratis :p
Dari ekspedisi kecil, berkeliling Yatai di Kakunodate, saya mencoba beberapa makanan yang memang sudah saya incar sejak dari Indonesia yaitu Takoyaki asli jepang.
Chicken Teriyaki yang meski namanya nggak umum tapi ternyata saya sudah sering memakannya ketika di Indonesia.
Hingga, Choco Banana yang meskipun unik tapi saya enggak membelinya.
Geli aja lihat bentuknya, terus saya juga sudah tahu kalau isinya pastilah pisang.
(red: obasan yang saya tanya menjawab dengan chikin, yang aslinya chicken. Jadilah saya penasaran dan membeli chicken teriyaki tadi :p. Kiraini makanan apa chickin heheee, ternyata chicken alias Ayam!)
Terakhir, ada makanan yang saya enggak jelas namanya apa, tapi penjualnya hanya bilang “tamago, tamago”.
Saya tahu sih kalau tamago itu dalam Bahasa Indonesia artinya telur.
Cuma, setelah saya makan… Rasaya enggak seperti telur sama sekali.
Agak aneh, tapi saya melahapnya sampai habis.
Nanggung banget sih, sudah beli mahal – mahal.
Harganya 1oo Yen! Sayang kan kalau enggak dihabisin?
Di Jepang 100 Yen berarti bisa untuk sarapan pagi dengan sebungkus onigiri! Hih!
Keinginan dan kenyataan kadang bisa berbeda 180 derajat.
Sebagai seorang traveler, kadang saya memang harus dituntut fleksibel.
Karena itu saya seringnya lebih sedikit berharap pada suatu destinasi dan lebih fokus menikmati perjalanan.
Daripada kecewa karena berharap terlalu banyak, lebih baik menikmati efek kejutan di perjalanan.
Toh seringnya saya selalu mendapatkan ganti dengan pengalaman yang lebih menarik.
Nikmati saja perjalananmu, seperti saya misalnya; Tidak dapat melihat Sakura mekar malah berujung perut kekenyangan karena mencoba kudapan Jepang ini itu. Hehee!
Berani Bermimpi, Berani Traveling, Berani Bertualang!
Ikuti travel blog catperku di social media : Instagram @catperku, Twitter @catperku & like Facebook catperku. Travel blog catperku juga menerima dukungan dengan donasi, dan atau ajakan kerjasama.