Mengenal Kapal Pinisi dari Bulukumba di Sulawesi Selatan, belajar sejarah dan proses cara pembuatannya ternyata seru banget!
Ya, Tanjung Bira tidak cuma memiliki destinasi alam berupa pantai yang bisa dieksplore, tetapi disana ada juga kearifan lokal yang sudah mendunia.
Nah, ada yang tahu apa yang ada di Bira selain pantainya yang cantik nan menawan!?
Yak, selain menikmati keelokan pantainya, saya dan tim Terios 7 Wonders juga mengunjungi pusat pembuatan Kapal Pinisi.
Lokasinya sendiri ada di Desa Bira, Bontobahari, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Di Bulukumba, saya dan tim Terios 7 Wonders yang lain akan bertemu dengan bapak Syarifudin yang sudah menjadi pembuat Kapal Pinisi selama beberapa puluh tahun di desa ini.
Bisa dikatakan Bapak Syarifudin ini adalah salah satu pembuat Kapal Pinisi yang handal di Desa Bira ini.
Saya pun menjadi tidak sabar untuk mendengar bagaimana sebuah kapal yang gaungnya sudah terkenal di seantero dunia ini dibuat.
Daftar Isi
Mengenal Kapal Pinisi Dari Bulukumba
( Baca Juga : Terios 7 Wonders : Diary Day 2, Sulawesi Utara Tidak Hanya Manado, Ada Juga Tompaso! )
Bapak Syarifudin memulainya dengan bercerita tentang awal mula pembuatan Kapal Pinisi di Tanjung Bira.
Dari kepercayaan setempat, kapal ini sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, meski ada banyak juga yang menganggap ini mitos belaka.
“Kira – kira sejarah Pinisi ini dimulai dari tahun 1.500 Masehi atau dari zaman para Nabi masih hidup” Kata Pak Syarifudin.
“Ada juga yang percaya, kalau nenek moyang mereka adalah salah satu pembuat bahtera punya Nabi Nuh” Tambahnya.
Memang sejarah dari Kapal Pinisi ini sudah begitu tua, namun hingga sekarang ini peralatan yang digunakan untuk membuat sebuah kapal masih menggunakan peralatan yang sederhana.
Keahlian pembuatan kapal pun dipelajari dengan cara turun temurun, dari generasi ke generasi.
Di Bulukumba sendiri tidak ada sekolah khusus yang mengajari cara pembuatan Kapal Pinisi .
Karena itu, salah satu ciri pengrajin Kapal Pinisi yang ada di Bulukumba adalah keahliannya yang alami.
Banyak Pengrajin Kapal Pinisi Di Bulukumba
Peralatan yang biasa digunakan untuk membuat Kapal Pinisi di Bulukumba antara lain adalah Gergaji Kayu, Kapak, Cangkul Kecil, hingga Palu.
Sedangkan cara mereka membengkokkan kayu untuk bagian tubuh kapal adalah dengan teknik membakar.
Bukan menggunakan teknik modern pembuatan kapal seperti dengan mesin press seperti kebanyakan pengrajin kapal modern.
Pun cara pembuatan ataupun cara mendesainnya begitu sederhana, gaung Kapal Pinisi ini sudah mendunia.
Kata Pak Syarifudin, kapal buatan pengrajin dari Tanjung Bira ini bahkan sudah dipasarkan ke berbagai mancanegara lho.
Mulai dari Australia, hingga ke Amerika bahkan dari Italia juga ada.
Mereka banyak memesan ke desa pengrajin Kapal Pinisi yang ada di Sulawesi Selatan ini.
Hebatnya lagi, dalam pembuatan kapal sepanjang kira – kira 50 meter ini, mereka tidak memerlukan gambar detail atau sketsa terlebih dahulu.
( Baca Juga : Terios 7 Wonders : Diary Day 5, Mengenal Lebih Dekat Budaya Mandar )
Mereka hanya menggunakan imajinasi dalam pikiran selama pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba.
Mulai dari pemilihan kayu hingga akhirnya sebuah kapal jadi, tidak menggunakan perhitungan matematis sama sekali.
Sementara lama pembuatan sebuah Kapal Pinisi adalah sekitar 3 bulan – 1 Tahun, tergantung ukuran kapal yang akan dibuat.
“Lama pengerjaan biasanya tergantung dari besar kecilnya ukuran kapal yang dipesan, paling cepat 3 Bulan” Ujar Pak Syarifudin.
Kualitas Kapal Pinisi Bulukumba juga sudah terbukti tangguh di lautan.
Dibuktikan dari banyaknya orang yang memesan kapal ini dan menggunakannya untuk tujuan pariwisata seperti Dive Trip dan LOB (Live On Board).
Hingga pembuktian oleh seorang Gita Arjakusuma, seorang pelaut dari Indonesia yang sudah berhasil berlayar menempuh jarak sejauh 11.000 mil selama 67 hari dengan menggunakan kapal Pinisi .
Wow! Pinisi emang keren sih! Terus, sekarang ada yang minat ingin berlayar menggunakan Kapal Pinisi? Gampang kok!
Tenang, teman – teman tinggal menyiapkan uang sebanyak minimal Rp 1,2 miliar.
Makin banyak uangnya makin baik karena akan bisa mendapatkan fasilitas dan ukuran kapal yang lebih besar.
Semua bisa dikustomisasi seperti permintaan ruang tidur mewah, AC, kolam renang mini atau bahkan hingga Jacuzi!
Silahkan dipilih, tapi siapkan dulu uangnya ya! Hehee! XD
Fungsi Kapal Pinisi yang Bertransformasi
Kapal pinisi memiliki peran yang berbeda di masa lalu dan masa sekarang.
Pada masa lalu, kapal ini digunakan secara luas oleh para pedagang sebagai sarana pengangkutan barang.
Namun, di era yang lebih modern, fungsi kapal pinisi telah berubah menjadi kapal pesiar mewah yang menghadirkan pengalaman komersial dan ekspedisi yang menarik, dengan dukungan dari investor lokal maupun internasional.
Kapal pinisi masa kini memiliki desain interior yang lebih mewah, dilengkapi dengan fasilitas menyelam, permainan air untuk wisata bahari, dan kru yang terlatih.
Kapal-kapal ini juga diperkuat dengan teknologi modern untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan para penumpang.
Transformasi ini menjadikan kapal ini sebagai opsi yang menarik bagi wisatawan yang ingin menjelajahi perairan dengan gaya yang elegan dan eksklusif.
Kapal pinisi kini menjadi simbol kemewahan dan kenyamanan dalam menikmati pesona laut dan pulau-pulau Indonesia.
Dengan perpaduan antara warisan budaya dan kemajuan teknologi, kapal tradisional ini mempertahankan keindahannya sebagai lambang kekayaan maritim Indonesia yang tak ternilai.
Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Proses pembuatan kapal pinisi hingga saat ini masih mengikuti tradisi yang dilakukan secara turun-temurun.
Pembuatan kapal ini melibatkan tiga tahap utama yang dijalankan berdasarkan perhitungan dan kepercayaan suku Bugis.
Berikut adalah tahap-tahap dalam pembuatan kapal pinisi:
Penentuan Hari Baik Pembuatan Kapal
Tahap pertama adalah penentuan hari yang baik untuk mencari kayu sebagai bahan baku pembuatan kapal.
Pencarian kayu dilakukan pada hari ke-5 dan ke-7 dalam bulan yang sedang berlangsung.
Angka 5 melambangkan ‘naparilimai dalle’na’, yang berarti rezeki telah datang, sementara angka 7 melambangkan ‘natujuangngi dalle’na’, yang berarti rezeki selalu mengalir.
Ada empat jenis kayu yang biasa digunakan, yaitu kayu besi, kayu bikti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
Penebangan, Pengeringan, dan Pemotongan Kayu Kapal
Setelah tahap pertama, dilakukan penebangan, pengeringan, dan pemotongan kayu.
Kayu-kayu tersebut kemudian dirakit menjadi perahu dengan memasang lunas, papan, mendempul, dan tiang layar.
Pada saat meletakkan lunas, ada prosesi khusus yang harus diikuti.
Lunas diletakkan menghadap Timur Laut, dengan bagian depan lunas melambangkan simbol lelaki, sementara bagian belakang lunas melambangkan simbol wanita.
Setelah itu, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat.
Pemotongan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa henti, oleh karena itu, tugas ini harus dilakukan oleh orang yang kuat dan tangguh.
Tahap ini membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan berbulan-bulan.
Peluncuran Kapal Pinisi Yang Sudah Jadi ke Laut
Tahap terakhir dalam proses pembuatan kapal pinisi adalah peluncuran kapal ke laut.
Setiap tahap selalu diiringi dengan upacara adat yang khas.
Sebelum kapal diluncurkan, dilakukan upacara maccera lopi (mensucikan kapal).
Upacara ini mencakup penyembelihan binatang sebagai tanda sakral.
Jika bobot kapal pinisi kurang dari 100 ton, maka yang disembelih adalah seekor kambing.
Namun, jika bobotnya lebih dari 100 ton, maka yang disembelih adalah seekor sapi.
Proses pembuatan kapal pinisi ini merupakan warisan budaya yang penting bagi masyarakat Sulawesi Selatan, dan mengikuti tradisi dan keyakinan yang dijunjung tinggi oleh suku Bugis.
Sejarah Kapal Pinisi
Istilah “pinisi”, “pinisiq”, “pinisi'” atau “phinisi” mengacu pada jenis sistem layar, tiang-tiang, layar, dan konfigurasi tali dari kapal layar tradisional Indonesia.
Kapal pinisi biasanya memiliki tujuh hingga delapan layar dengan dua tiang, diatur seperti gaff-ketch dengan layar utama yang tidak dibuka dengan menarik galahnya ke atas, tetapi layarnya ditarik keluar seperti tirai dari sekitar tengah tiang.
Kapal-kapal dengan layar pinisi umumnya dibangun oleh masyarakat desa Ara yang berbahasa Konjo, terletak di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Kapal ini banyak digunakan oleh pelaut Bugis dan Makassar sebagai kapal kargo.
Sebelum kehilangan angkutan bertenaga angin pada tahun 1970-1980-an, kapal pinisi adalah kapal layar terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2017, seni pembuatan kapal pinisi diakui oleh UNESCO sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Takbenda.
Penyebutan pertama istilah “pinisi” yang secara jelas merujuk pada jenis kapal layar Sulawesi dapat ditemukan dalam artikel tahun 1917 di majalah Belanda Coloniale Studiën.
Sebelumnya, penggunaan sistem layar depan-belakang seperti itu pada kapal-kapal Nusantara baru dimulai pada paruh pertama abad ke-19.
Asal usul nama “pinisi” sendiri memiliki beberapa teori.
Salah satunya mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari kata “picuru” yang berarti “contoh yang baik” dan “binisi” yang merupakan nama ikan kecil yang lincah dan tangguh di permukaan air.
Tradisi lain menyebutkan bahwa nama “pinisi” berasal dari kata “panisi” (berarti “sisip”) yang mengacu pada proses mendempul pada lambung kapal.
Ada berbagai tradisi lokal yang mengklaim asal usul nama dan jenis kapal pinisi, namun banyak di antaranya hanya dapat ditelusuri beberapa dekade terakhir.
Pembuat kapal dari desa Ara dan Lemo-Lemo di Kabupaten Bulukumba menghubungkan keterampilan mereka dalam pembuatan kapal dengan Sawerigading, salah satu tokoh utama dalam epos Bugis Sureq Galigo.
Menurut cerita, Sawerigading membangun kapal pinisi pertama dari pohon Welengreng pada abad ke-14.
Kapal tersebut digunakan untuk perjalanan menuju Tiongkok dengan tujuan mempersunting seorang gadis bernama We Cudai.
Setelah perjalanan tersebut, kapal pecah menjadi tiga bagian dan terdampar di Ara, Tanah Beru, dan Lemo-Lemo.
Pecahan kapal tersebut kemudian dirakit kembali oleh masyarakat setempat menjadi sebuah kapal megah yang dikenal sebagai kapal pinisi.
Secara keseluruhan, kapal ini merupakan warisan budaya yang kaya dan penting bagi masyarakat Sulawesi Selatan, serta menjadi daya tarik pariwisata yang unik di Indonesia.
Jenis Lambung Dan Komponen Kapal Pinisi
Terdapat dua jenis kapal pinisi yang memiliki karakteristik yang berbeda. Kedua jenis kapal ini dibedakan berdasarkan bentuk lambungnya.
Palari
Palari adalah jenis kapal pinisi dengan bentuk awal, memiliki lunas (bagian terbawah kapal) yang lebih lebar, dan kemudi di samping seperti kapal Lamba.
Nama “Palari” berasal dari kata “Untuk Berlari”.
Bentuk lambung ini mirip dengan kapal Padewakang yang digunakan oleh orang Sulawesi untuk mencari ikan.
Lamba atau Lambo
Lamba atau Lambo adalah jenis kapal pinisi modern yang masih digunakan hingga saat ini.
Lambung kapal jenis ini telah dilengkapi dengan mesin diesel (KLM).
Bentuk lambung ini mulai digunakan sejak tahun 1990-an, mengadopsi bentukan dari kapal-kapal Eropa.
Lamba atau Lambo lebih cocok untuk digunakan dengan mesin karena memiliki kemudi di tengah yang membuatnya lebih mudah untuk manuver.
Komponen-komponen Kapal Pinisi
Menurut Peta Budaya Kemendikbud, kapal pinisi memiliki enam komponen utama yang menjadi ciri khas dari kapal tradisional Sulawesi ini, yaitu:
- Anjong (segitiga penyeimbang) yang terletak di bagian depan kapal.
- Sombala (layar utama) yang memiliki ukuran besar mencapai 200 meter.
- Tanpasere (layar kecil) berbentuk segitiga yang ada di setiap tiang utama.
- Cocoro Pantara (layar bantu depan).
- Cocoro Tangnga (layar bantu tengah).
- Tarengke (layar bantu di belakang).
Dengan karakteristik dan komponen-komponen yang unik, kapal pinisi merupakan simbol budaya maritim Indonesia, khususnya di wilayah Sulawesi.
Mitos dan Fakta Tentang Pinisi
Pinisi, kapal tradisional Indonesia yang terkenal, seringkali dikelilingi oleh kesalahpahaman.
Berikut adalah beberapa mitos yang sering muncul dan fakta yang sebenarnya tentang pinisi:
Mitos: Pinisi adalah nama kapal.
Fakta: Sebenarnya, pinisi merujuk pada sistem layar (rigging) yang digunakan pada kapal-kapal tradisional. Kapal yang umumnya disebut pinisi adalah kapal yang menggunakan sistem layar pinisi, seperti lambo dan palari.
Mitos: Pinisi telah ada sejak ratusan tahun lalu, sekitar abad ke-14.
Fakta: Kapal dengan sistem layar pinisi baru muncul setelah tahun 1900.
Mitos: Ada kapal pinisi yang pernah mengunjungi pelabuhan Venesia, Italia.
Fakta: Tidak ada catatan sejarah dari Hindia Belanda maupun Italia yang mencatat keberadaan kapal pinisi di pelabuhan Venesia pada masa lampau.
Mitos: Pinisi adalah ciptaan asli pribumi.
Fakta: Sistem layar pinisi sebenarnya meniru sistem layar schooner-ketch (sekunar-keci) Eropa. Perbedaannya terletak pada cara gulung layarnya, di mana layar schooner Eropa digulung ke atas, sedangkan layar pinisi digulung memanjang ke arah depan.
Mitos: Pinisi dibangun oleh orang Makassar dan Bugis.
Fakta: Kapal pinisi dibangun oleh suku Konjo, seperti orang Bira, Ara, Lemo-Lemo, dan Tana Beru.
Meluruskan kesalahpahaman ini penting untuk memahami sejarah dan karakteristik unik kapal pinisi.
Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, pinisi menggambarkan keahlian dan keindahan tradisi maritim yang telah ada selama berabad-abad.
Ps: Tulisan liputan kapal Pinisi di Bulukumba ini adalah catatan perjalanan saya selama mengikuti ekspedisi terios 7 wonders, jelajah celebes heritage. Ikuti terus live tweet saya di #Terios7Wonders @catperku.
Berani Bermimpi, Berani Traveling, Berani Bertualang!
Ikuti travel blog catperku di social media : Instagram @catperku, Twitter @catperku & like Facebook catperku. Travel blog catperku juga menerima dukungan dengan donasi, dan atau ajakan kerjasama.