Keraton Surakarta Hadiningrat, yang sering disebut juga sebagai Keraton Solo, adalah salah satu ikon bersejarah di Kota Solo, Jawa Tengah. Keraton ini memiliki sejarah yang panjang dan menjadi salah satu peninggalan penting dari masa lalu Jawa yang kaya budaya. Dalam tulisan travel blog Indonesia catperku.com ini, kita akan menjelajahi lebih dalam mengenai Keraton Surakarta, termasuk sejarah, arsitektur, perbedaan dengan Pura Mangkunegaran, dan berbagai aspek menarik lainnya.
Daftar Isi
Sejarah Keraton Surakarta
Keraton Surakarta Hadiningrat didirikan pada tahun 1744 oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II). Ini menjadi pengganti Keraton Kartasura yang rusak akibat Geger Pecinan pada tahun 1743.
Keraton ini memiliki luas area sekitar 54 are dan menjadi rumah bagi banyak koleksi patung, senjata, dan pusaka kerajaan.
Salah satu bangunan menarik di Keraton Kasunanan adalah Menara Sanggabuwana, yang konon menjadi tempat pertemuan Ratu Laut Selatan dengan Raja.
Menara setinggi 30 meter ini didirikan oleh Sri Susuhan Pakubuwono III pada tahun 1782.
Selain menjadi menara, tempat ini juga digunakan untuk memata-matai Belanda selama masa penjajahan.
Ketika kamu mengunjungi Keraton Kasunanan, ada beberapa area yang tidak dapat kamu masuki, termasuk kediaman Raja Pakubuwono.
Namun, ada beberapa tempat yang dapat dikunjungi oleh masyarakat, seperti pendopo besar di dalam Sasana Sewaka.
Di sini, pertunjukan tari dan gamelan sering diselenggarakan, menciptakan pengalaman budaya yang luar biasa.
[ Baca Juga: Keraton Yogyakarta, The Living Museum! ]
Pengalaman Unik di Keraton Surakarta
My Instagram : instagram.com/catperku
My Youtube : youtube.com/@catperku
Saat kamu memasuki Sasana Sewaka, kamu akan diminta melepaskan alas kaki dan berjalan dengan kaki telanjang di atas hamparan pasir.
Pasir ini diambil langsung dari Pantai Parangkusumo dan Gunung Merapi.
Langkah ini merupakan bagian dari penghormatan terhadap tradisi dan budaya Jawa yang kaya.
Selain pengalaman ini, kamu juga bisa mengunjungi museum yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasunanan.
Museum ini memiliki berbagai koleksi kerajaan yang mencakup berbagai aspek kehidupan kerajaan, seperti kereta kencana, tandu (alat pengangkut), patung, senjata kuno, dan masih banyak lagi.
[ Baca Juga: Jalan Jalan Di Solo Mampir Ke Tempat Wisata Di Solo Surakarta Ini Ya ]
Tradisi dan Budaya di Keraton Surakarta
Selain keindahan arsitektur dan koleksi museum, Keraton Kasunanan Surakarta juga terkenal dengan warisan budayanya.
Di sini, kamu dapat menyaksikan berbagai upacara adat, tarian sakral, dan musik tradisional.
Salah satu upacara yang paling terkenal adalah “Sekaten.” Ini adalah perayaan yang berlangsung selama 7 hari untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad.
Pada hari terakhir perayaan, ada acara “Gunungan Mulud.” Sebulan sebelum Sekaten, terdapat pasar malam Sekaten yang diadakan di alun-alun utara Keraton Kasunanan.
Malam Suro adalah perayaan tahun baru Jawa menurut kalender Jawa.
Perayaan ini dilakukan dengan kirab Mubeng Beteng, yang melibatkan pusaka keraton termasuk kerbau pusaka Kyai Slamet.
Perbedaan Antara Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran
Kota Solo memiliki dua ikon budaya yang penting, yaitu Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran.
Kedua istana ini memiliki sejarah dan perbedaan yang menarik.
Sejarah
Keraton Solo didirikan lebih awal, pada tahun 1744, oleh Pakubuwono II sebagai pengganti Keraton Kartasura yang rusak.
Sementara Pura Mangkunegaran didirikan pada tahun 1757-1946 setelah Perjanjian Salatiga sebagai akibat dari kekecewaan Raden Mas Said yang tidak diikutkan dalam Perjanjian Giyanti.
Status Pemerintahan
Keraton Solo merupakan kerajaan atau kasunanan yang dipimpin oleh seorang raja yang bergelar Sunan.
Pura Mangkunegaran, di sisi lain, adalah kadipaten yang berada di bawah pemerintahan Keraton Solo.
Gelar Penguasa
Penguasa Keraton Solo menyandang gelar Sunan atau Sultan, sedangkan penguasa Pura Mangkunegaran tidak memiliki gelar tersebut.
Gelar penguasa Kadipaten Mangkunegaran adalah Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan keduanya berbeda. Pura Mangkunegaran memiliki wilayah otonom yang meliputi beberapa daerah, sementara Keraton Solo berada di bawah pemerintahan Kota Solo.
Alun-Alun
Baik Keraton Solo maupun Pura Mangkunegaran memiliki alun-alun yang penting dalam struktur kota mereka.
Alun-alun ini adalah tempat penting dalam budaya Jawa.
Kunjungi Keraton Surakarta: Info Jam Buka, Peta Lokasi Dan Harga Tiket
Jika kamu tertarik untuk menjelajahi sejarah dan budaya Jawa yang kaya, maka Kunjungan ke Keraton Surakarta Hadiningrat adalah pilihan yang sempurna.
Kamu akan memiliki pengalaman yang tak terlupakan, menggali kekayaan warisan budaya Jawa sambil menikmati arsitektur yang megah dan pertunjukan budaya yang memukau.
Informasi Praktis:
- Jam Operasional: Senin – Kamis: 09.00 – 14.00 WIB, Sabtu – Minggu: 09.00 – 15.00 WIB, Jumat: Tutup
- Harga Tiket:
- Domestik: Rp 10.000
- Domestik Rombongan: Rp 8.000
- Wisatawan Asing: Rp 15.000
Jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi salah satu peninggalan bersejarah terpenting di Kota Solo dan merasakan keindahan budaya Jawa yang mendalam. Selamat menjelajahi Keraton Surakarta Hadiningrat!
Arsitektur Keraton Surakarta

Keraton Surakarta, atau yang sering disebut sebagai Keraton Solo, adalah salah satu bangunan eksotis pada zamannya yang menjadi ikon budaya Kota Solo, Jawa Tengah.
Bangunan megah ini memiliki sejarah panjang dan arsitektur yang memukau.
Arsitektur Keraton Surakarta sangat berpengaruh dalam budaya Jawa dan menarik untuk dijelajahi lebih dalam.
Desain Arsitektur oleh Pangeran Mangkubumi
Arsitektur Keraton Surakarta dirancang oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengkubuwana I di Kesultanan Yogyakarta.
Pola desain Keraton Surakarta mirip dengan Keraton Yogyakarta karena keduanya diprakarsai oleh Pangeran Mangkubumi.
Desain tata ruang di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta memiliki banyak persamaan dalam pola dasarnya.
Namun, yang menarik adalah bahwa Keraton Surakarta tidak dibangun serentak pada 1743-1745 saat didirikan, melainkan dibangun secara bertahap sambil mempertahankan pola dasar tata ruang yang tetap sama seperti awalnya.
Salah satu pemugaran dan perbaikan terbesar dilakukan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana X yang memerintah dari tahun 1893 hingga 1939.
Kebanyakan bagian dari keraton ini didominasi oleh warna putih dan biru dengan pengaruh arsitektur campuran Jawa-Eropa yang menciptakan estetika yang unik.
Pembagian Kawasan Keraton Solo
Kawasan Keraton Surakarta dibagi menjadi beberapa kompleks yang memiliki fungsi berbeda.
Beberapa kompleks ini termasuk:
Kompleks Alun-Alun Lor/Utara
Kompleks ini mencakup berbagai area penting seperti Tugu Pamandengan, Gapura Gladag, Pangurakan, Alun-Alun Lor, dan Masjid Agung Surakarta.
Gladag, yang sekarang dikenal sebagai Perempatan Gladag di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, adalah tempat di mana binatang buruan disimpan sebelum disembelih.
Tugu Pamandengan adalah titik fokus pandangan Sri Sunan ketika meditasi di Siti Hinggil.
Alun-alun digunakan untuk upacara kerajaan yang melibatkan rakyat, dan di sekitarnya ditanami pohon beringin.
Di tengah-tengah alun-alun, ada dua batang pohon beringin yang disebut Waringin Sengkeran, dengan nama Dewadaru dan Jayadaru.
Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta adalah masjid utama kerajaan dan didirikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana III pada tahun 1750.
Bangunannya terdiri dari serambi dan masjid induk.
Di sebelah utara alun-alun terdapat bangsal kecil yang disebut Bale Pewatangan dan Bale Pekapalan, yang digunakan oleh prajurit dan kuda mereka untuk beristirahat setelah berlatih.
Saat ini, beberapa bangunan di sekitar alun-alun digunakan sebagai kios penjual cenderamata.
Kompleks Sasana Sumewa dan Kompleks Siti Hinggil Lor/Utara
Sasana Sumewa adalah bangunan terdepan di Keraton Surakarta dan digunakan untuk menghadap pejabat tinggi dalam upacara resmi kerajaan.
Di kompleks ini terdapat beberapa meriam, seperti Meriam Kyai Pancawura atau Kyai Sapu Jagad, yang dibuat pada masa pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma.
Di sebelah selatan Sasana Sumewa terdapat kompleks Siti Hinggil, yang terletak di atas tanah yang lebih tinggi.
Sasana Sumewa
Sasana Sumewa adalah bangunan utama dengan atap bergaya tridenta yang didukung oleh 48 kolom tembok persegi.
Bangunan ini memiliki atap dan langit-langit dari bahan seng dan lantainya ditinggikan serta diplester.
Sasana Sumewa digunakan untuk menghadap pejabat tinggi seperti Pepatih Dalem dan Bupati.
Selain itu, tempat ini juga digunakan untuk latihan tari dan pertunjukan mendalang.
Siti Hinggil Lor/Utara
Kompleks Siti Hinggil Lor/Utara memiliki dua gerbang, yaitu Kori Wijil di utara dan Kori Renteng serta Kori Mangu di selatan.
Di kompleks ini terdapat Sela Pamecat, sebuah batu yang digunakan untuk pemenggalan kepala para tersangka yang dijatuhi hukuman mati.
Delapan meriam terletak di sekitar pagar pembatas antara kompleks Siti Hinggil dengan Sasana Sumewa.
Bangunan utama di kompleks ini adalah Sasana Sewayana, yang digunakan untuk menghadap pejabat dalam upacara kerajaan.
Kompleks Kamandungan Lor/Utara
Kori Brajanala Lor adalah pintu gerbang masuk utama dari arah utara ke dalam halaman Kamandungan Lor.
Gerbang ini juga berfungsi sebagai gerbang cepuri yang menghubungkan Jalan Supit Urang dengan halaman dalam istana.
Di kompleks ini terdapat Bangsal Brajanala dan Bangsal Wisamarta yang digunakan sebagai tempat jaga pengawal istana.
Di timur gerbang ini terdapat menara lonceng yang disebut Jam Panggung.
Kompleks Sri Manganti Lor/Utara
Kori Sri Manganti adalah tempat para tamu menunggu giliran untuk bertemu atau menghadap raja.
Kompleks ini memiliki dua bangunan utama, yaitu Bangsal Marakata dan Bangsal Marcukundha.
Bangsal Marakata digunakan untuk menghadap para pejabat tinggi, sementara Bangsal Marcukundha digunakan untuk menghadap opsir prajurit, pelaksanaan hukuman, dan tempat upacara sunat.
Di tengah kompleks terdapat Panggung Sangga Buwana, sebuah menara megah yang digunakan untuk meditasi raja dan pertemuan dengan Ratu Laut Selatan.
Detail Arsitektur Keraton Solo Surakarta dan Fungsinya
Sekarang, mari kita telusuri beberapa kompleks utama Keraton Surakarta beserta detail arsitektur dan fungsinya yang lebih mendalam.
Kompleks Alun-Alun Lor/Utara
- Tugu Pamandengan: Tugu Pamandengan adalah titik fokus pandangan Sri Sunan saat bermeditasi di Siti Hinggil. Pada masa lalu, area ini digunakan untuk menyimpan binatang buruan sebelum disembelih.
- Gapura Gladag: Gapura Gladag adalah gerbang penting yang terletak di dekat Perempatan Gladag di Jalan Slamet Riyadi Surakarta.
- Alun-Alun Lor: Alun-Alun Lor adalah tempat di mana upacara kerajaan yang melibatkan rakyat diadakan. Di pinggir alun-alun ditanami pohon beringin, dan di tengahnya terdapat dua batang pohon beringin yang disebut Waringin Sengkeran.
- Masjid Agung Surakarta: Masjid ini merupakan pusat ibadah utama di Keraton Surakarta dan memiliki arsitektur yang mengesankan dengan serambi dan masjid induk.
Kompleks Sasana Sumewa dan Kompleks Siti Hinggil Lor/Utara
- Sasana Sumewa: Sasana Sumewa adalah bangunan utama yang digunakan untuk menghadap pejabat tinggi dalam upacara kerajaan. Atapnya memiliki gaya tridenta yang didukung oleh 48 kolom tembok persegi.
- Siti Hinggil Lor/Utara: Kompleks ini terletak di atas tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya dan memiliki dua gerbang, Kori Wijil di utara dan Kori Renteng serta Kori Mangu di selatan.
Kompleks Kamandungan Lor/Utara
- Kori Brajanala Lor: Kori Brajanala Lor adalah pintu gerbang utama dari arah utara ke dalam halaman Kamandungan Lor. Gerbang ini juga berfungsi sebagai gerbang cepuri yang menghubungkan Jalan Supit Urang dengan halaman dalam istana.
Kompleks Sri Manganti Lor/Utara
- Kori Sri Manganti: Kori Sri Manganti adalah tempat tamu menunggu giliran untuk bertemu raja. Di dalam kompleks ini, terdapat Bangsal Marakata dan Bangsal Marcukundha yang memiliki fungsi berbeda.
- Bangsal Marakata: Bangsal Marakata digunakan untuk menghadap para pejabat tinggi dengan pangkat Bupati Lebet ke atas. Selain itu, tempat ini juga digunakan untuk upacara pelantikan dan latihan seni.
- Bangsal Marcukundha: Bangsal ini digunakan untuk menghadap para opsir prajurit dan juga sebagai tempat untuk menjatuhkan vonis hukuman. Saat ini, tempat ini digunakan untuk upacara sunat para putra raja.
Panggung Sangga Buwana
Panggung Sangga Buwana adalah menara megah yang terletak di beberapa kompleks, seperti Kompleks Sri Manganti dan Kompleks Kedhaton. Menara ini memiliki fungsi ganda sebagai pengawasan terhadap tentara Belanda di Benteng Vastenburg dan sebagai tempat meditasi raja.
Kompleks Kedhaton: Pusat Kehidupan Keraton Surakarta
Kompleks Kedhaton adalah salah satu bagian terpenting dalam Keraton Surakarta Hadiningrat.
Dalam kompleks ini, terdapat berbagai bangunan dan tempat penting yang mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah Jawa.
Dari Kori Sri Manganti Lor yang megah hingga Panggung Sangga Buwana yang mempesona, setiap elemen dalam kompleks ini memiliki makna dan peran penting dalam kehidupan kerajaan.
Pendhapa Ageng Sasana Sewaka dan Dalem Ageng Prabasuyasa adalah bangunan yang menghubungkan raja dengan kekuasaan dan tradisi.
Sasana Handrawina adalah tempat di mana kerajaan merayakan perjamuan penting, sementara Panggung Sangga Buwana adalah tempat meditasi dan pengawasan yang mendalam.
Museum Keraton Surakarta adalah wadah untuk melestarikan sejarah dan budaya keraton, sementara Taman Sari Bandengan memberikan ketenangan dalam keindahan alam.
Masjid Pujasana dan Argapura adalah tempat beribadah dan beristirahat yang memberikan harmoni spiritual dalam kerajaan.
Melalui perjalanan di kompleks Kedhaton, kita dapat lebih memahami keindahan dan kompleksitas Keraton Surakarta, serta kebijaksanaan budaya Jawa yang mendalam.
Tempat ini adalah harta berharga yang harus dijaga dan dihormati sebagai bagian integral dari sejarah dan warisan Indonesia.
Kori Sri Manganti Lor: Pintu Gerbang Utama
Kori Sri Manganti Lor, juga dikenal sebagai Kori Ageng, adalah pintu gerbang utama yang memungkinkan akses ke kompleks Kedhaton dari arah utara.
Gerbang ini memiliki nilai filosofis yang sangat penting dalam konteks keraton.
Dibangun oleh Sri Susuhunan Pakubuwana IV pada tahun 1792, Kori Sri Manganti Lor adalah pintu yang digunakan untuk menyambut tamu-tamu resmi kerajaan.
Gerbang ini memiliki gaya arsitektur Limasan Semar Tinandu yang khas.
Di bagian kanan dan kiri gerbang, terdapat cermin yang menambah keindahan estetika pintu ini, serta ragam hias yang menghiasi bagian atas pintu.
Gerbang ini bukan hanya sebuah pintu fisik, tetapi juga memiliki makna simbolis yang dalam, mencerminkan kemegahan dan kedalaman budaya Keraton Surakarta.
Kompleks Kedhaton: Pusat Kehidupan Keraton
Setelah melewati Kori Sri Manganti Lor, kamu akan memasuki kompleks Kedhaton (Kadhaton).
Kawasan ini memiliki halaman yang dialasi dengan pasir hitam dari pantai selatan dan ditumbuhi oleh berbagai pohon langka, termasuk 76 batang pohon Sawo Kecik (Manilkara kauki; Famili Sapotaceae).
Pohon-pohon ini memberikan sentuhan alam yang indah pada kawasan ini dan menambah pesona Keraton Surakarta.
Sebagian dari halaman Kedhaton ini terbuka untuk wisatawan umum, yang dapat menikmati keindahan alam dan arsitektur keraton.
Selain itu, halaman ini juga dihiasi dengan patung-patung bergaya Eropa, menciptakan perpaduan antara budaya Jawa dan pengaruh Eropa dalam seni dan desain.
Pendhapa Ageng Sasana Sewaka: Tempat Berkumpul Raja
Pendhapa Ageng Sasana Sewaka adalah salah satu bangunan utama dalam kompleks Kedhaton.
Bangunan ini memiliki sejarah panjang dan menjadi tempat penting dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan.
Awalnya, Pendhapa Ageng Sasana Sewaka merupakan bangunan peninggalan Keraton Kartasura.
Pada tahun 1985, bangunan ini mengalami kebakaran, tetapi berhasil dipulihkan untuk mempertahankan keaslian arsitektur Jawa.
Di Pendhapa Ageng Sasana Sewaka, Sri Sunan Surakarta bertakhta dalam upacara-upacara penting seperti grebeg (garebeg), ulang tahun raja, dan peringatan hari kenaikan takhta raja.
Bangunan ini mencerminkan keanggunan dan kemegahan budaya Jawa, dengan dekorasi dan ornamen yang khas.
Bangsal Maligi: Tempat Persembahan
Bangsal Maligi adalah bangunan lain yang terletak dalam kompleks Kedhaton.
Bangsal ini memiliki peran khusus dalam upacara kerajaan sebagai tempat persembahan kepada para dewa dan leluhur.
Bangsal ini merupakan tempat di mana berbagai benda kerajaan, seperti pusaka dan perhiasan kerajaan, disimpan dengan cermat.
Dari Bangsal Maligi, kamu dapat melihat selasar Nguntarasana di kejauhan, yang menambah daya tarik visual kompleks Kedhaton.
Arsitektur dan desain interior Bangsal Maligi mencerminkan kekayaan budaya Jawa dan peran pentingnya dalam menjaga tradisi kerajaan.
Dalem Ageng Prabasuyasa: Pusat Kekuasaan
Dalem Ageng Prabasuyasa adalah salah satu bangunan inti dan terpenting dalam seluruh Keraton Surakarta Hadiningrat.
Tempat ini merupakan pusat kekuasaan dan simbol kerajaan. Di dalamnya, pusaka-pusaka kerajaan disimpan dengan penuh kehormatan.
Takhta Sri Sunan, yang menjadi simbol kekuasaan kerajaan, juga terletak di Dalem Ageng Prabasuyasa.
Bangunan ini memiliki makna sejarah yang mendalam karena menjadi saksi berbagai peristiwa penting dalam sejarah Surakarta.
Di tempat ini, Sri Sunan bersumpah sebelum upacara penobatannya di hadapan khalayak di Siti Hinggil Lor.
Sasana Handrawina: Tempat Perjamuan Kerajaan
Sasana Handrawina adalah bangunan yang digunakan untuk perjamuan makan resmi kerajaan.
Selain itu, bangunan ini juga sering digunakan untuk acara seminar dan gala dinner.
Sasana Handrawina mencerminkan kemegahan dan kemewahan dalam budaya Jawa, terutama dalam penyelenggaraan upacara dan acara kerajaan.
Di sisi tenggara Sasana Handrawina, terdapat Sasana Pustaka, tempat yang digunakan untuk menyimpan arsip dan naskah keraton.
Di sini, sejarah dan budaya Keraton Surakarta terpelihara dengan baik, dan naskah-naskah berharga ditempatkan dengan cermat.
Bangsal Bujana, Bangsal Pradangga, dan Bangsal Musik: Ruang-ruang Fungsional
Di depan Sasana Handrawina, terdapat tiga bangunan kecil yang memiliki fungsi berbeda:
- Bangsal Bujana: Tempat menjamu pengikut tamu agung. Di sini, tamu-tamu istimewa disambut dengan penuh keramahan dan kehormatan.
- Bangsal Pradangga Kidul atau Bangsal Musik: Tempat untuk musik atau orkes. Musik selalu menjadi bagian penting dalam upacara kerajaan, dan bangunan ini menjadi tempat di mana musik berkumandang dengan indah.
- Bangsal Pradangga Lor: Tempat untuk memainkan gamelan. Gamelan adalah instrumen tradisional Jawa yang penting dalam musik kerajaan. Di sini, gamelan dimainkan dengan penuh keahlian dalam upacara-upacara kerajaan.
Panggung Sangga Buwana: Tempat Meditasi dan Pengawasan
Panggung Sangga Buwana atau Reksa Tengara adalah menara megah yang memiliki fungsi ganda.
Menara ini digunakan sebagai tempat meditasi oleh Sri Sunan Surakarta, tempat di mana ia bisa merenung dan mencari inspirasi.
Selain itu, menara ini juga digunakan untuk mengawasi Benteng Vastenburg yang merupakan milik Belanda dan berada dekat dengan istana.
Menara ini memiliki lima lantai dan telah berdiri sejak tahun 1777, pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana III.
Bangunan ini memiliki atap yang unik, dan di atasnya terdapat penunjuk arah angin berbentuk seseorang yang menaiki seekor naga.
Penunjuk arah angin ini juga memiliki makna filosofis yang mendalam dalam budaya Jawa.
Museum Keraton Surakarta: Menyelamatkan Sejarah
Di bagian timur kompleks Kedhaton, terdapat Museum Keraton Surakarta.
Museum ini memiliki peran penting dalam mempertahankan sejarah dan budaya Keraton Surakarta.
Pada tahun 1963, pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana XII, bangunan di kawasan ini diubah menjadi museum.
Museum Keraton Surakarta menyimpan berbagai artefak bersejarah, naskah-naskah kuno, pakaian kerajaan, dan berbagai benda berharga lainnya.
Ini adalah tempat yang sempurna untuk memahami lebih dalam sejarah dan budaya keraton, serta memperdalam pengetahuan tentang peran kerajaan dalam masyarakat Jawa.
Sumur Sanga: Keajaiban dalam Keindahan Alam
Di sisi selatan halaman museum, terdapat Sumur Sanga. Sumur ini memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi dalam konteks keraton.
Sebelum dijadikan museum, kawasan ini pernah berfungsi sebagai tempat tinggal Adipati Anom (putra mahkota) dan kantor-kantor administrasi kerajaan.
Namun, keberadaan Sumur Sanga tetap mempesona dengan pesona alamnya.
Sumur ini menjadi keajaiban dalam keindahan alam, dan tempat ini menciptakan suasana yang tenang dan damai, sempurna untuk refleksi dan kontemplasi.
Kawasan Taman Sari Bandengan: Ketenangan dalam Kolam
Di belakang tempat tinggal keluarga Sri Sunan, terdapat Taman Sari Bandengan. Kawasan ini memiliki kolam buatan yang menambah keindahan alam kompleks Kedhaton.
Di tengah-tengah kolam, berdiri sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat meditasi.
Di pinggiran kolam, terdapat sebuah tempat yang berisi batu meteor keramat serta tangga dari batu untuk menuju ke bangunan tempat meditasi.
Kawasan ini menciptakan suasana ketenangan dalam keindahan alam.
Kolam ini juga memiliki nilai historis dan spiritual yang tinggi, menciptakan keseimbangan antara kehidupan kerajaan dan hubungannya dengan alam.
Masjid Pujasana (Pudyasana) dan Argapura: Tempat Beribadah dan Istirahat
Di sebelah taman air dan bangunan tempat keluarga Sri Sunan, terdapat Masjid Pujasana (Pudyasana).
Masjid ini adalah tempat beribadah bagi keluarga kerajaan dan penduduk keraton.
Di sekitar masjid, kamu akan menemukan tempat istirahat yang nyaman, yang dikenal sebagai Argapura.
Tempat ini dipenuhi rerumputan hijau yang sejuk dan memiliki bangunan paviliun kecil dengan terasnya.
Argapura adalah tempat di mana Sri Sunan Surakarta dapat beristirahat dan merenung dalam ketenangan.
Ini adalah tempat yang menghadirkan kedamaian dalam keramaian kehidupan keraton.
Kesimpulan
Keraton Surakarta Hadiningrat adalah salah satu peninggalan bersejarah yang sangat berharga di Indonesia.
Arsitektur yang indah dan kompleksitasnya mencerminkan warisan budaya dan sejarah yang kaya dari kerajaan Mangkunegaran dan kerajaan Mataram.
Melalui perjalananku melalui setiap kompleks dan bangunan di Keraton Surakarta, aku merasa seperti melangkah kembali ke masa lalu yang penuh dengan keagungan dan kebijaksanaan.
Bangunan-bangunan ini tetap menjadi saksi bisu dari sejarah panjang Kota Solo, dan setiap sudutnya mengandung cerita yang menarik untuk ditemukan.
Jika kamu memiliki kesempatan untuk mengunjungi Solo, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi Keraton Surakarta.
Selain menikmati keindahan arsitektur dan seni rupa yang luar biasa, kamu juga akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya Jawa dan sejarah Indonesia yang kaya.
Semua ini membuat perjalanan ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan dan mendalam. Selamat menjelajahi Keraton Surakarta Hadiningrat!