Enam Jam Tak Terlupakan Di Yogyakarta

Enam jam, total waktu yang saya punya untuk transit di Kota Gudeg, setelah melakukan sebuah perjalanan panjang dari Denpasar dan sebelum melanjutkan dengan kereta api menuju Bandung.

Sayangnya, begitu sampai dua destinasi yang awalnya saya rencanakan untuk di kunjungi ketika berada di kota ini terpaksa saya coret dari daftar.

Yang pertama destinasi wisata Keraton Yogyakarta, terpaksa saya coret karena sudah tutup ketika saya sampai di terminal Giwangan.

Kedua Candi prambanan yang meskipun masih sempat saya kunjungi, tetapi pasti akan menghabiskan waktu.

Mengingat kemacetan kota ini akibat long weekend, dan dipastikan saya akan kehilangan kesempatan untuk menikmati keramah – tamahan suasana jalan Malioboro.

Menghabiskan waktu transit 6 jam dengan jalan – jalan di Malioboro pun menjadi pilihan saya.

Sudah lama sekali saya kangen dengan suasana keramah-tamahan jalan yang menjadi salah satu ciri khas Kota Gudeg.

Suasana long weekend membuat hiruk – pikuk keramaian wisata jalan Malioboro menjadi semakin terasa.

Apalagi waktu itu berdekatan dengan perayaan imlek, otomatis menambah keragaman dan keunikan jalan Malioboro.

Yogyakarta, Kota Penuh Dinamika

Yogyakarta cinta damai
Yogyakarta cinta damai

Kerajinan tangan dan barang seni menjadi salah satu daya tarik utama dari jalan ini, apalagi buat pecinta shopping.

Pencarian barang seni yang unik dan berkualitas bisa menjadi tantangan tersendiri.

Saya sendiri sempat keluar masuk toko di sepanjang Malioboro untuk mencari bed cover yang bermotifkan batik.

Cukup sulit untuk menemukan yang cocok karena motifnya yang bermacam – macam, namun akhirnya pilihan jatuh pada bed cover yang ramah dengan budget.

Tidak hanya hasil kerajinan tangan yang bisa ditemui di sepanjang jalan Malioboro.

Bagi penikmat kuliner, terdapat berbagai jenis makanan yang siap memuaskan perut anda, mulai dari tipe jajanan hingga makanan has Yogyakarta yaitu gudeg.

Tipe penjual yang beranekaragam mulai dari pedagang kaki lima hingga restoran mewah banyak tersedia, tinggal sesuaikan saja dengan budget anda.

Tetapi menurut saya tempat terbaik untuk menikmati kuliner Yogyakarta adalah dengan cara “ngemper” dipinggir atau menikmati kuliner di warung dengan konsep lesehan.

Dengan “ngemper” saya bisa didapatkan suasana terbaik menikmati keramahan Kota Gudeg.

Memang menikmati kuliner sambil melihat keramaian jalan Malioboro adalah suasana yang hanya dapat ditemui ketika berkunjung ke Yogyakarta.

Pasar malam di alun - alun Yogyakarta
Pasar malam di alun – alun Yogyakarta

Beranjak dari jalan Malioboro, sebenarnya ada banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi seperti pasar beringharjo, yang merupakan tempat menarik bagi para pemburu barang antik.

Kawasan Loji dengan Museum Benteng Vredeburg yang bisa dikunjungi, tempat yang menarik untuk berwisata sambil belajar tentang sejarah.

Sayang waktu yang saya punya hanya 6 jam di Kota Gudeg, hingga akhirnya alun – alun Keraton Yogyakarta yang akhirnya menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu.

Waktu itu di alun – alun keraton sedang diadakan yang namanya pasar malam, lagi – lagi rasa kangen saya kepada sesuatu yang oldies terobati.

Sudah lama sekali saya tidak datang ke sebuah pasar malam.

Senang sekali melihatnya, meskipun hari masih sore namun animo masyarakat untuk melihat pasar malam di alun – alun utara keraton Yogyakarta ini tidak pernah surut, malah semakin ramai.

Kesempatan ini tidak saya sia – siakan, segera saya mencari hal unik yang mungkin hanya ada di pasar malam ini.

Berputar putar di pasar malam alun – alun keraton saya menumakan banyak sekali hal unik, mulai dari makanan tradisional “jadah bakar” yang entah kapan terakhir kali saya memakannya, kerak telor yang harusnya jajanan khas Betawi.

Hingga “cilok” yang saya tidak tahu itu mengandung bahan pengawet atau tidak, yang jelas saya coba semua, entah kapan lagi saya bisa menemukannya lagi.

Kuliner Alun - Alun Yogyakarta : Makanan tradisional "jadah bakar"
Kuliner Alun – Alun Yogyakarta : Makanan tradisional “jadah bakar”

Memang enam jam itu terlalu singkat untuk menikmati keanekaragaman yang ditawarkan oleh kota gudeg.

Namun karena saya harus melanjutkan perjalanan menuju ibukota, mau bagaimana lagi? Saya harus mengakhiri petualangan kecil saya di kota ini.

Dan, Stasiun Tugu menjadi akhir dari petualangan kecil saya di Kota Gudeg.

Saya akan kembali lagi ke kota ini, untuk berpetualang lagi” Pikirku waktu itu.

Waktunya pun telah tiba, akhirnya Kereta Api Mutiara Selatan beranjak pergi dari Stasiun Tugu, meninggalkan Yogyakarta kota penuh dinamika ini.

Berani Bermimpi, Berani Traveling, Berani Bertualang!
IkutiĀ travel blog catperku di social media : Instagram @catperku, Twitter @catperku & like Facebook catperku. Travel blog catperku juga menerima dukungan dengan donasi, dan atau ajakanĀ kerjasama.


Rijal Fahmi Mohamadi

Rijal Fahmi Mohamadi

Fahmi adalah seorang Digital Marketer, Travel Enthusiast, Geek Travel Blogger dari Indonesia penulis catperku.com, Penulis Buku perjalanan Traveling The Traveler Notes Bali The Island Of Beauty dan The Traveler Notes Bersenang-Senang di Bali, Bertualang di Lombok. Pernah disebutkan, mentioned in Lonely Planet Indonesia 2019 as Best in Blogs. Mau menyapa saya? Kunjungi media sosial pribadi saya, atau hubungi lewat email [email protected] jika Anda ingin mengajak saya bekerja sama dan berkolaborasi.
https://catperku.com


Comments

  1. Fery Arifian says:

    di Jogja ada juga gak Traveller Scams gitu mas? denger-denger sih ada

    1. Fahmi (catperku.com) says:

      Ada, tapi hati-hati aja~ biasanya guide sih, mereka ngajakin ke toko-toko yang ngajak kerjasama, bukannya ngeguide yang bener ke tempat-tempat wisata.

  2. Waduh penasaran dengan jadah bakarnya nih, tulisannya membuat saya seakan-akan masuk dalam tulisannya, keep share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *