Tulisan “Ternate dan Tidore, Spice Island yang Abadi di Uang Rp 1.000!” Ini adalah guest post dari Roby of robroby (rrjct.blogspot.com). Engineer yang senang mencoba hal-hal baru. Bukan petualang tetapi senang menikmati alam dan selalu takjub dengan INDONESIA. Anda dapat berbagi dengan saya di @r_roby
Anda punya uang pecahan seribu rupiah? Coba perhatikan gambar yang tertera di salah satu sisinya.
Jika Anda pernah memperhatikan uang seribu rupiah secara seksama, tentu Anda akan tahu bahwa di sisi yang berlawanan dengan gambar Pattimura, tergambar dengan indah Pulau Maitara dan Tidore yang diabadikan dari Pulau Ternate.
Now, allow me to share sedikit tentang kedua pulau tersebut. Kebetulan beberapa waktu yang lalu, saya sempat berkunjung kesana dan menikmati suasana di pulau yang dikenal dengan rempah-rempahnya itu.
Pulau Ternate, menurut mereka yang pernah mengukur luasnya, memiliki luas wilayah 5.681,30 km².
Ternate, bersama dengan Tidore sejak dulu dikenal oleh masyarakat dunia pada zaman pemerintahan kesultanan tahun 1618 sebagai penghasil rempah-rempah terutama cengkeh dan pala.
Kedua pulau ini terkenal pada masa lalu dengan julukan sebagai pulau rempah-rempah (Spice Islands).
Ternate dan Tidore menarik perhatian pedagang Portugis dan Belanda karena produksi cengkehnya yang melimpah.
Karena itulah sisa-sisa bangunan dari masa kolonial seperti benteng masih banyak terdapat di kedua pulau ini.
Cerita tentang Ternate akan saya lanjutkan disini, dan tentang Tidore akan saya bahas di tulisan yang lain :)
Ternate!
Beberapa waktu yang lalu saya sengaja menyempatkan diri untuk berkeliling di Pulau Ternate dan Tidore.
Waktu yang cukup singkat sebenarnya yaitu hanya 2 setengah hari. Itinerary-nya waktu itu adalah hari pertama berkeliling di Tidore dan hari kedua berkeliling di Ternate.
Tapi dalam realisasinya ternyata hari pertama setengah hari di Tidore setengah hari di Ternate, dan hari kedua setengah hari di Ternate setengah hari di Tidore, serta setengah hari sisanya digunakan untuk bribadah di Ternate. Ribet banget yah?! :D
Saat ini untuk menuju Kota Ternate tidaklah sulit. Ternate dapat dicapai melalui udara ataupun melalui laut sebagai penghubung nusantara.
Ada berbagai penerbangan setiap hari dari berbagai kota menuju Ternate (meski hanya sebagian kecil penerbangan langsung), dan untuk transportasi laut ada Kapal Pelni dengan jadwal tertentu.
Pertama kali ke Ternate, menurut saya ternate adalah kota kecil yang cukup padat dengan tukang ojek yang sangat banyak :D
Seperti daerah pulau yang lain, Kota Ternate cukup sangat panas. Kota Ternate persis berada di kaki Gunung Api Gamalama, gunung berapi yang masih aktif.
Seperti yang dikatakan oleh kebanyakan orang bahwa sebenarnya bukan Gunung Gamalama yang berada di Ternate, tapi Ternate-lah yang berada di kaki Gunung Gamalama.
Apapun itu, yang jelas tempat ini cukup mengesankan.
Di Pulau Ternate ini, ada beberapa destinasi yang menarik untuk dikunjungi.
Akses untuk menuju masing-masing destinasi juga terbilang mudah.
Pulau yang tidak seluas Pulau Jawa, ditambah jalan mulus mengelilingi pulau, serta kendaraan umum yang tersedia menjadi faktor pendukungnya.
Jika Anda sendirian, menyewa ojek untuk berkeliling Kota Ternate adalah pilihan yang paling baik.
Namun jika Anda anti dengan ojek, angkot bisa menjadi pilihan, tapi jangan berharap Anda bisa kemana-mana dengan taxi karena di pulau ini tidak ada taxi :)
Kedaton Sultan Ternate
Menurut sumber terpercaya, Kedaton Sultan Ternate adalah istana yang dibangun pada 24 November 1813 oleh Sultan Muhammad Ali di atas bukit Limau Santosa dengan luas areal 445.560 m2.
Di dalam kedaton berisi benda-benda peninggalan milik kesultanan yang bernilai sejarah seperti mahkota, Al-Qur’an tulisan tangan yang pertama dan tertua di Indonesia serta berbagai peralatan perang.
Mahkota Sultan Ternate menjadi daya tarik tersendiri karena mahkota ini ada rambutnya dengan sejumlah perhiasan batu permata emas, perak, intan, berlian, batu mira, zamrud, akik dan safir.
Konon katanya rambut penghias mahkota ini selalu tumbuh dan dipangkas pada Hari Raya Idul Adha dalam suatu upacara adat.
Benteng Oranye
Kita mulai dengan tulisan dari sumber terpercaya yah! Benteng Oranye dibangun oleh Belanda pada tahun 1607 dan juga berfungsi sebagai markas besar VOC hingga tahun 1619 sebelum kantor pusat VOC dipindahkan ke Batavia.
Benteng ini juga berfungsi sebagai kediaman gubernur Belanda di Ternate.
Sebenarnya, mengacu pada sejarah tersebut, benteng ini merupakan aset yang sangat berharga.
Tapi jujur, dengan keadaannya saat ini, benteng ini sangat tidak menarik untuk dikunjungi.
Benteng ini terlihat sangat tidak terawat, kumuh, dan bau tidak sedap di beberapa bagian benteng. Sangat disayangkan!
Benteng Tolukko
Benteng Tolukko dibangun oleh Portugis pada tahun 1540 dan kemudian diperbaiki oleh Belanda pada tahun 1610 dan terakhir oleh pemerintah Indonesia.
Nah, kalau benteng ini benar-benar menarik. Benteng ini terawat dengan baik, bersih dan taman di sekitarnya tertata dengan rapi.
Dari benteng ini juga kita bisa menikmati panorama yang indah. View ke arah laut, Kota Ternate, ataupun sekedar memandangi Gunung Gamalama tercover dari sini.
Menurut mereka yang lebih tahu, di benteng ini dulunya terdapat terowongan yang tembus sampai ke laut, hanya saja benteng tersebut sudah ditutup dengan alasan keselamatan.
And wait, satu lagi keunikan benteng ini, kata orang-orang benteng ini bentuknya menyerupai *gak pake maaf* alat kelamin pria :D
Setelah saya amati dengan baik, kalau niat untuk disama-samakan memang ada miripnya :D.
Entahlah, apakah memang dari sananya disengaja dibangun seperti itu, atau masyarakat kita saja yang terlalu kreatif menyama-nyamakan sesuatu yang sebenarnya tidak sama :D
Batu Angus
Batu Angus merupakan lokasi aliran lava (lahar) yang membeku yang dapat ditemui di sisi kiri dan kanan jalan raya.
Lava yang sudah membatu dan berwarna hitam ini berasal dari muntahan kawah Gunung Gamalama yang meletus pada tahun 1737.
Dalam perjalanan menuju Pantai Sulamadaha, saya menyempatkan singgah sebentar untuk melihat-lihat disini.
Bagi saya sebenarnya tidak terlalu spesial, hanya unik saja karena jarang dijumpai di tempat lain. Saya malah melihat batu-batu “hangus” ini seperti kue-kue cokelat kering yang lezat :D
Pantai Sulamadaha
Sulamadaha memiliki kawasan pantai dengan pasir berwarna hitam dan panorama yang indah ke arah Pulau Hiri.
Pantai ini sudah dikelola dengan sangat baik sebagai tempat wisata. Garis pantai yang berpasir hitam ini sebenarnya tidak terlalu panjang, sebagian wilayahnya malah berupa tebing-tebing dengan bebatuan yang berukuran besar.
Keindahan sebenarnya dari Pantai Sulamadaha ini berada di bagian utara.
Dengan berjalan kaki sekitar 15 to 20 menit menyusuri jalan yang sudah di beton, kita akan sampai di sebuah pantai yang luar biasa indah.
Kalau saya sebenarnya lebih sreg menyebutnya Teluk Sulamadaha. Jalan kaki menuju tempat ini yang membuat saya ngos-ngosan, terlupakan semuanya ketika sampai.
Ketika melihat teluknya, there’s nothing I could say than wow! *once again! more dramatic!* Waaaooooowwwww!!!
Tempatnya benar-benar keren, airnya biru jernih dan sangat menggoda untuk nyemplung.
Spechless! If u see the picture below, jangan berpikir biasa saja! Itu hanya karena saya belum bisa mengambil gambar dengan baik!
I bet keindahannya jauh lebih daripada yang bisa dilukiskan lensa mana pun :)
Danau Tolire Besar Di Ternate
Danau Tolire merupakan danau vulkanik yang dalam yang menjadi tempat kediaman buaya dan ikan.
Menurut cerita masyarakat, pada saat Perang Dunia ke-2, sebuah pesawat militer pernah jatuh ke dalam danau ini.
Saya mengunjungi danau ini di hari kedua saya di Ternate. Ketika tiba di danau ini kesan pertama adalah, sepi! Danau ini memang biasanya ramai hanya pada hari libur.
Di sekitar danau ini sudah terdapat beberapa fasilitas seperti gazebo, tapi sepertinya juga kurang terawat.
Ketika akan mengunjungi danau ini, awalnya dalam bayangan saya danau ini seperti danau-danau yang lain, dalam artian tepinya landai dan kita bisa berjalan-jalan ke tepiannya untuk menyentuh air danau.
Tapi ternyata tidak! Tepian danau ini sangat terjal, sekitar 80 derajat mungkin?!
Sehingga kelihatannya malah seperti sebuah sumur yang sangat besar.
Satu keunikan dari danau ini, yang juga membuat saya cukup penasaran, adalah bahwa konon jika kita melempar batu ke tengah danau, sekuat apapun tenaga kita, batu tersebut tidak akan pernah sampai ke tengah dan hanya selalu jatuh di tepi danau.
Awalnya saya tidak percaya, dan setelah mencoba sendiri melempar batu, saya… tetap tidak percaya :D
Menurut mereka-mereka yang rajin belajar, fenomena di Danau Tolire tersebut disebabkan oleh gravitasi yang sangat besar di area tersebut, sehingga batu-batu yang kita lempar akan langsung jatuh tanpa menempuh jarak horisontal yang jauh. Ooow.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan di tempat ini adalah Bird Watching.
Bagi Anda pencinta burung, kegiatan ini pasti sangat mengasyikkan :)
Benteng Kalamata Di Ternate
Benteng Kalamata atau nama lainnya Benteng Kayu Merah dibangun Portugis pada tahun 1540 dan diperbaiki Belanda pada tahun 1609.
Lokasi benteng dan pemandangan di kawasan sekitar benteng ini sangat indah dan mengesankan.
Benteng ini telah diperbaiki kembali belum lama ini namun sayangnya keaslian benteng ini sudah tidak terlalu kuat lagi.
Benteng ini juga cukup terawat dan bersih, kecuali sebuah sumur di dalam benteng yang ternyata lebih pantas disebut tempat sampah.
View Point Pulau Maitara dan Tidore Dari Arah Ternate di Uang 1000 Rupiah Yang Asli
Punya uang 1000 Rupiah? Sumbangkan kepada saya!
Coba Anda lihat saja di lembaran sebaliknya dari lembaran Pattimura and u’ll find there gambar Pulau Maitara dan Tidore yang diabadikan dari Pulau Ternate.
Datang ke Ternate, salah satu hal wajib yang ada di itinerary saya adalah mencari view point gambar di uang 1000an ini.
Banyak yang mengatakan view point-nya adalah di atas bukit-bukit di daerah Ngade, adapula yang mengatakan di jalan menuju Universitas Khairun, dsb.
Tapi ternyata setelah survey langsung, view point sebenarnya adalah di Pantai Fitu. Dari pantai ini kita bisa melihat jejeran Pulau Maitara dan Tidore persis dengan yang tergambar di uang 1000 rupiah.
Jepret, jepret, jepret, and yeah! Now I am ready to produce my own money! :D
Sebelum flight ke Makassar, waktu tersisa saya manfaatkan untuk beribadah di Gereja Katolik Sto. Willibrordus Ternate.
Gereja Katolik Sto. Willibrordus sendiri merupakan satu-satunya gereja katolik di Pulau Ternate.
Gereja ini mulai dibangun pada tahun 1523, dan menjadikannya sebagai gereja katolik pertama di Indonesia.
Gereja ini didirikan sendiri oleh Sto. Fransiskus Xaverius, misionaris Jesuit pertama yang menyebarkan agama katolik di Ternate bersama dengan kedatangan Portugis.
Tidore!
Pulau Tidore mungkin belakangan tiba-tiba sering terdengar di telinga Anda karena menjadi lokasi syuting dari Film Retak Gading yang tayang di awal tahun 2014 ini.
Sebagian dari kita mungkin akan bertanya-tanya dimana letak Pulau Tidore ini dari ribuan pulau yang ada di nusantara.
Atau bahkan mungkin di peta yang kita miliki di rumah, Pulau Tidore bahkan tidak nampak sama sekali. Nah Loh?!
Untuk menuju ke Pulau Tidore, pintu gerbangnyya adalah Kota Ternate sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara.
Dari Kota Ternate, menuju ke Pulau Tidore dilayani dari Pelabuhan Bastiong.
Pelabuhan ini dapat dicapai dengan kendaraan sekitar 20 menit dari Bandara Sultan Baabulah Ternate. Jika menggunakan ojek biayanya sekitar 25.000 rupiah.
Di Pelabuhan Bastiong, tersedia speed boat yang akan melayani lalu lintas laut ke Pulau Tidore.
Tidak usah khawatir karena speed boat ini tersedia setiap waktu. Jika Anda mau berangkat lebih cepat, carter speed dengan harga sekitar 50.000 rupiah sampai 70.000 rupiah.
Tapi jika Anda bisa sedikit bersabar naik saja speed boat regular. Speed boat ini memang harus menunggu sampai penumpang penuh, tapi tidak akan memakan waktu yang lama juga.
Tarifnya hanya 8.000 rupiah sekali jalan.
Sebenarnya tersedia juga Kapal Ferry yang berangkat ke Tidore, hanya saja Anda harus datang di waktu yang tepat, sebab Kapal Ferry hanya berangkat satu kali setiap hari.
Tarif untuk sekali jalan cukup murah, hanya 3.000 rupiah.
Dari pelabuhan Bastiong menuju Pelabuhan Rum, Tidore, dengan menggunakan speed boat ditempuh hanya sekitar 10 sampai 15 menit.
Dari pelabuhan Rum, untuk menuju kota Tidore yaitu Soasio, ada banyak alternatif transportasi, yang paling umum adalah angkot dengan tarif 10.000 rupiah.
Perjalanan menuju Soasio membutuhkan waktu yang cukup lama. Sangat lama malah menurut saya.
Tapi tidak usah khawatir untuk bored, karena di sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan pantai yang cukup mengasyikkan.
Terkadang saya merasa beberapa ruas jalan yang saya lalui persis dengan suasana di daerah Pantai Malalayang menuju ke Kotamobagu, Sulut, terkadang juga ada area yang tiba-tiba mengingatkan saya dengan jalan di daerah Donggala menuju kota Palu.
Saking asyiknya menikmati perjalanan, ditambah dengan angin laut yang menampar-nampar wajah saya yang masuk melalui jendela angkot, saya malah tertidur! yup! tidur.
Saya tidak tahu pasti berapa lama saya tertidur, yang saya rasakan adalah saya tertidur begitu lelapnya dan terbangun ketika sudah sampai di sebuah terminal di Soasio.
Soasio ini merupakan ibukota kesultanan Tidore.
Ibukota kesultanan Tidore sebelumnya berada di Kota Rum yang berhadapan langsung dengan Pulau Ternate, namun kemudian dipindahkan ke Soasio yang berada di sisi lain, yaitu bagian selatan Pulau Tidore.
Bagi saya, Kota Tidore ini sungguh tenang. Kota ini tidak terlalu ramai, namun tertata dengan baik dan yang paling mengesankan adalah kebersihannya.
Kebersihan sangat terlihat di berbagai titik dan tentu saja terlihat sangat rapi.
Wajar saja jika kota ini telah meraih piala Adipura sebanyak enam kali.
Benteng Tohula dan Benteng Tore Di Tidore
Benteng Tohula dan Benteng Tore keduanya berada di Soasio. Entah namanya benar atau tidak, karena dari berbagai sumber masing-masing menuliskan nama yang berbeda.
Ada yang menulis benteng Tore, adapula yang menulis Benteng Toware, dan yang lainnya :D.
Dari terminal, seperti halnya di Ternate, saya memilih ojek utuk mengantarkan saya ke kedua benteng tersebut.
Kedua benteng tersebut berada di atas bukit dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Namun ternyata untuk mencapai benteng tersebut cukup membuat ngos-ngosan juga.
Dari jalan yang dapat dijangkau kendaraan, kita harus menaiki tangga untuk sampai ke kedua benteng tersebut.
Jumlah anak tangganya memang tidak sebanyak anak tangga di area Air Terjun Malino yang pernah saya kunjungi, tetapi kemiringannya yang menurut saya sangat miring benar-benar menguras energi. Terutama tangga di benteng Tohula yang tangganya sangat terjal.
Kedua benteng tersebut sebenarnya lebih tepat disebut “Reruntuhan Benteng”.
Bentuk asli dari benteng tersebut memang tidak terlihat lagi, hanya sisa-sisa reruntuhan yang kita jumpai disana.
Tapi masih dapat menunjukkan bahwa kedua benteng ini dahulunya adalah benteng yang luas dan kokoh.
Cukup disayangkan juga di beberapa area, sangat terlihat bahwa benteng ini kurang terawat.
Tapi satu hal yang cukup memuaskan adalah view dari benteng tersebut.
Pemandangan Kota Soasio dengan lautan yang biru sungguh memanjakan mata. Ah! Sungguh luar biasa karyamu Tuhan. :)
Pantai Ake Sahu Di Tidore
Pantai Ake Sahu merupakan destinasi wisata yang cukup terkenal di Tidore.
Setiap akhir pekan atau hari-hari libur tempat ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat, bahkan yang berasal dari luar Pulau Tidore.
Sekilas bagi saya pantai ini tidak jauh berbeda dengan pantai-pantai yang lain, banyak air laut! (abaikan saja!).
Disini cukup sejuk sebab banyak pohon-pohon sebagai tempat berlindung.
Fasilitas untuk sekedar duduk bersantai juga sudah banyak, menunjukkan bahwa pantai ini sudah dikelola dengan baik sebagai tempat wisata.
Pantainya berpasir putih, biru lautnya sangat jernih. Sebenarnya sangat ingin nyebur disana, hanya saja saat itu tidak satupun orang yang mandi disana ditambah lagi masih siang bolong.
Meskipun pantainya tidak begitu istimewa, tapi ada satu hal yang unik dan berbeda dari pantai ini yaitu sumber air panas.
Ya! di pantai ini ada sebuah sumur yang menjadi sumber air panas, dan meskipun berada di pantai, air di sumur ini tawar.
Itu kata orang-orang loh yah! karena saya juga tidak mencicipi secara langsung apakah airnya benar-benar tawar atau tidak :D.
Sebenarnya sumur sumber air panas inilah yang menjadi daya tarik utama di Pantai Akesahu.
Sesuai dengan namanya Ake Sahu (Air Panas).
Bagi anda yang ingin berkunjung ke Tidore, bagi saya tempat ini recommended, apalagi anda yang senang dengan suasana pantai yang tenang dan sejuk :)
Tempat lain yang katanya tidak kalah menarik dikunjungi adalah Gurabunga, dan Kedaton Kie yang merupakan tempat Sultan Tidore.
Untuk Kesultanan Kie ini sendiri, saya hanya sempat melihat dari luar ketika berkunjung ke Benteng Tore.
Tidak sempat lagi untuk singgah, bahkan sekedar mengambil gambar pun tidak.
Sedangkan untuk Gurabunga, saya memang tidak berkunjung kesana karena jaraknya yang cukup jauh dan harus naik bukit karena memang berada di daerah ketinggian.
Menurut informasi, di daerah tersebut banyak sekali bunga-bunga dan hawanya pun cukup dingin, bahkan sering tertutup embun.
Nah, kesempatan saya mengunjungi Pulau Tidore juga bertambah luar biasa karena di waktu itu ada eventi pemecahan rekor MURI Makan Durian Terbanyak.
Kali ini saya ke Tidore sekitar pukul 14.30 WIT sebab memang acaranya dierencanakan pukul 15.00 WIT.
Tiba di Tidore, saya langsung mengunjungi lokasi, dan rupanya masih dilakukan persiapan, yaitu menyusun 16.000 buah durian di jalan raya.
Panjang total jalan yang digunakan untuk menyusun durian tidak saya tahu pasti dan juga tidak bisa saya perkirakan, yang jelasnya durian dimana-dimana dan memang sangat banyak :D.
Pada akhirnya kegiatan ini memang sukses memecahkan Rekor MURI yang sebelumnya dipegang oleh Lampung, dengan peserta more than 13.000 orang serta durian lebih dari 15.000 yang termakan.
Waoow banget deh! Salut untuk pemerintah Kota Tidore yang memanfaatkan moment “banjir durian” ini untuk kegiatan yang positif.
Daripada durian banyak yang tidak terjual karena memang lagi banjir-banjirnya, lebih baik dibuatkan acara seperti ini.
Dapat Rekor MURI, kebersamaan antara masyarakatnya pun semakin terjalin, dan yang paling penting bisa makan durian gratis sepuasnya :D
Ps : Tertarik menulis guest post yang berhubungan dengan traveling di travel blog catperku? Kirimkan tulisan kalian ke email [email protected] deh :D
Berani Bermimpi, Berani Traveling, Berani Bertualang!
Ikuti travel blog catperku di social media : Instagram @catperku, Twitter @catperku & like Facebook catperku. Travel blog catperku juga menerima dukungan dengan donasi, dan atau ajakan kerjasama.
semoga bisa kesampaian kesana nih
amiin amiin :D * belom pernah juga saya ahahaa
Bro,
Saya cari tempat buat bikin dokumentary “rempah-rempah” di maluku tolong info posisinya dimana yang masih ada produksi rempah-rempah itu.
waduh kurang tahu kalau itu :D
nyasar kesini.. makasih infonya mas..nambah referesi ke ternate-tidore :D