Kamu pasti sudah tahu betapa indahnya kekayaan alam Kalimantan Tengah. Di provinsi ini terdapat salah satu kelurahan yang tidak kalah menariknya yaitu Tapin Bini. Terletak di kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau, Tapin Bini menyajikan pesona alam yang memukau dan keindahan budaya yang kental.
Selain itu, Tapin Bini juga memiliki wisata alam yang menakjubkan seperti hutan tropis yang masih asri, sungai dengan air yang jernih, dan pemandangan pegunungan yang memukau.
Kamu bisa menikmati keindahan alam tersebut dengan melakukan trekking atau menjelajahi sungai dengan perahu tradisional.
Bagi kamu yang ingin merasakan kehidupan lokal, desa ini juga memiliki penginapan tradisional yang menawarkan pengalaman menginap dengan suasana yang sangat lokal.
Kamu bisa merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat dan menikmati hidangan khas Tapin Bini yang lezat.
Jadi, jika kamu sedang berkunjung ke Kalimantan Tengah, jangan lupa mampir ke desa ini dan nikmati keindahan alam dan budaya lokal yang kental di kelurahan ini.
Daftar Isi
Video Pengalaman Berkunjung ke Desa Tapin Bini Kabupaten Lamandau
Pada hari itu saya berkunjung ke perkampungan Dayak keren lainnya, yaitu Desa Tapin Bini yang terletak di Kabupaten Lamandau.
Serunya lagi, aku disambut dengan ritual khas setempat, dan para penduduknya sangat ramah dan bersahabat.
Selain itu, mereka juga mengajak aku untuk mencoba permainan tradisional yang mirip gangsing.
Gak nyangka ya, ternyata masih banyak kearifan lokal yang menarik di negeri ini.
My Instagram : instagram.com/catperku
My Youtube : youtube.com/@catperku
Asal Usul Nama Tapin Bini dan Kisah Pemandian Para Wanita pada Zaman Dulu
Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia memiliki sebuah kelurahan bernama Tapin Bini.
Nama tersebut berasal dari tempat pemandian wanita pada zaman dulu yang dikenal dengan nama Topit Bini, yang berarti “tempat perempuan (mandi)” dalam bahasa setempat.
Dulu, masyarakat di daerah ini hidup sebagai petani dan tinggal di daerah yang agak jauh dari sungai Dukuh Bolau.
Namun, pada masa penjajahan Belanda, pemerintah ingin agar masyarakat tinggal di tepi sungai.
Akibatnya, mereka pindah ke daerah tepian sungai yang memiliki banyak riam.
Di Topit Bini, mereka membangun rumah panggung yang tinggi sebagai tempat tinggal. Pada awalnya, beberapa rumah panggung tersebut dibangun sebagai tempat tinggal mereka.
Meskipun sekarang hanya ada sedikit sisa peninggalan dari rumah panggung tersebut, yaitu Dinding Tambi, namun cerita tentang Topit Bini masih terus dikenang hingga saat ini.
Nama Tapin Bini juga tetap dilestarikan sebagai penanda sejarah tempat pemandian para wanita pada zaman dulu di Kabupaten Lamandau.
Agama yang Dianut
Percaya atau tidak, agama sering menjadi hal penting dalam kehidupan suatu kampung. Hal ini juga terjadi di Kampung ini.
Pada awalnya, mayoritas masyarakat di kampung ini memeluk agama Kaharingan, yaitu Aliran Kepercayaan Asli Kalimantan.
Namun, seiring waktu, datanglah para misionaris yang menyebarkan ajaran agama Kristen.
Sejak saat itu, mayoritas masyarakatnya beralih keyakinan dan memeluk agama Kristen dari Gereja Kalimantan Evangelis.
Namun, masih ada sebagian yang memeluk agama Katolik dan Islam.
Meskipun mayoritas masyarakat Tapin Bini kini beragama Kristen, namun tidak sedikit juga yang masih memegang teguh kepercayaan Kaharingan.
Sayangnya, aliran kepercayaan tersebut hanya dipeluk oleh orang-orang tua di kampung ini.
Namun, walaupun berbeda keyakinan, masyarakat Tapin Bini tetap menjunjung tinggi kerukunan dan toleransi antarumat beragama.
Mata Pencaharian Masyarakat
Kamu tahu, mata pencaharian masyarakat asli desa ini sangat erat kaitannya dengan alam dan lingkungan sekitar.
Mereka mengandalkan berladang, mencari ikan, dan berburu sebagai sumber penghidupan mereka.
Masyarakat Tapin Bini memiliki tradisi berladang yang unik, mereka menyebutnya ‘babas’, yaitu lahan yang pernah digarap dengan tanda-tanda tanaman.
Mereka akan menggarap satu babas selama dua tahun sebelum beralih ke babas lain dan terus berputar hingga kembali ke babas awal.
Membiarkan babas menjadi hutan lagi adalah bentuk kearifan lokal yang berfungsi menjaga kealamian tanah dan melestarikan ekosistem.
Upacara adat ‘Mahaluai’i’ juga merupakan bagian penting dari tradisi berladang masyarakat Tapin Bini.
Upacara ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan pada saat panen tiba, biasanya diadakan pada bulan Februari setiap tahunnya.
Meskipun mata pencaharian utama masyarakat Tapin Bini masih berbasis pada kegiatan agraris, namun seiring dengan perkembangan zaman, sebagian dari mereka juga telah beralih ke sektor pariwisata dan industri kreatif.
Namun, tradisi berladang dan upacara adat Mahaluai’i tetap dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Keunikan Di Daerah Tapin Bini
Keunikan Tapin Bini terletak pada musim buah yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga setempat.
Mulai dari bulan Oktober hingga Januari, desa ini menjadi surga bagi pecinta buah dengan ragam jenis seperti Durian, Langsat, Duku, Cempedak, Manggis, dan Kweni.
Namun, di antara semua jenis buah, Durian yang menjadi idola warga setempat.
Dukuh Bolau masih menjadi tempat tumbuhnya pohon Durian terbesar yang menjadi warisan berharga bagi masyarakat Tapin Bini dan sekitarnya.
Selama musim panen, warga melakukan ritual tradisional bernama Nyandau, yakni menunggu buah durian jatuh selama beberapa hari atau minggu
Setelah durian jatuh, daging buahnya dikupas dan disimpan dalam stoples.
Banyak wisatawan yang datang dari berbagai belahan dunia untuk menikmati kelezatan buah lokal tersebut.
Tak hanya buah, Tapin Bini juga memiliki Bukit Bolau, sebuah bukit adat yang masih terjaga.
Bukit tersebut telah menjadi destinasi populer bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Di sini, kamu bisa mendaki bukit, bermalam dan menikmati panorama alam yang luar biasa, seperti negeri di atas awan.
Bukit Bolau menjadi tempat favorit bagi para pecinta alam yang ingin merasakan keindahan alam di desa ini.
Lokasi Dan Cara Pergi Ke Desa Tapin Bini
Kampung Tapin Bini memang terletak di daerah yang cukup terpencil di Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah.
Namun, jangan khawatir untuk mencapainya.
Pada zaman dahulu, masyarakat sekitar biasa menggunakan jalur sungai untuk sampai ke kampung mereka.
Namun, kini sudah ada jalur darat yang dapat kamu tempuh. Meskipun belum seluruhnya diaspal, jalur darat tersebut tergolong cukup baik.
Kamu bisa memilih beberapa jalur darat yang dapat kamu lalui.
Salah satunya adalah jalan negara, yang terletak sekitar 50 KM dari Kota Nanga Bulik ke arah Kalimantan Barat, sebelum Desa Penopa.
Dengan menempuh jalur darat ini, kamu bisa menikmati perjalanan yang menyenangkan sambil menikmati keindahan alam sekitar.
Nah, semoga informasi dari travel blog Indonesia catperku.com ini bisa bermanfaat ya!